Pengenalan Teknologi VR dan AR dalam Dunia Arsitektur Indonesia
Teknologi Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) telah mengubah industri arsitektur secara global, termasuk di Indonesia. Menurut Ahmad Djuhara, perwakilan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), "Teknologi VR dan AR telah membuka banyak kemungkinan baru dalam merancang dan memvisualisasikan proyek arsitektur." Teknologi ini memberikan arsitek kemampuan untuk menciptakan model 3D yang interaktif dan immersive, memungkinkan klien untuk "berjalan" melalui desain sebelum dibangun secara fisik.
Meski begitu, penerimaan teknologi ini di Indonesia masih tergolong rendah. "Kebanyakan perusahaan arsitektur di Indonesia masih mengandalkan metode tradisional dalam proses desain," tutur Djuhara. Meski memiliki potensi besar, adopsi VR dan AR dalam arsitektur Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan.
Mengatasi Tantangan Implementasi VR dan AR dalam Arsitektur di Indonesia
Tantangan utama dalam implementasi VR dan AR dalam arsitektur di Indonesia adalah kurangnya pemahaman dan keterampilan teknologi. "Banyak arsitek yang merasa asing dengan teknologi ini," ujar Djuhara. Untuk mengatasi hal ini, IAI telah berkolaborasi dengan berbagai perguruan tinggi dan lembaga pelatihan untuk menyediakan pelatihan dan workshop terkait VR dan AR.
Selain itu, biaya tinggi menjadi faktor lain yang menghambat adopsi teknologi ini. VR dan AR membutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak khusus yang bisa jadi cukup mahal. "Namun, investasi ini akan sangat berharga mengingat manfaat yang bisa didapat," kata Djuhara.
Tantangan lain adalah minimnya infrastruktur digital di beberapa wilayah di Indonesia. Kecepatan internet yang tidak stabil dan kurangnya akses terhadap teknologi canggih bisa menghambat penerapan VR dan AR. Untuk itu, perlu adanya investasi lebih dalam pengembangan infrastruktur digital di Indonesia.
Namun, meski menghadapi tantangan, prospek VR dan AR di Indonesia tetap cerah. Dengan peningkatan pemahaman, keterampilan, dan infrastruktur teknologi, VR dan AR memiliki potensi untuk sepenuhnya mengubah industri arsitektur di Indonesia. Sebagai kata Djuhara, "Ini adalah masa depan arsitektur, dan kita harus siap untuk menyambutnya."