Mengenal Lebih Dekat Hambatan Teknologi VR dan AR di Indonesia
Indonesia tengah menjadi pasar yang menjanjikan untuk teknologi Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR). Meski demikian, beberapa hambatan serius muncul. Pertama, minimnya kesadaran publik tentang potensi VR dan AR. Kedua, kurangnya infrastruktur pendukung seperti konektivitas internet berkecepatan tinggi dan perangkat keras yang mumpuni. Ketiga, kurangnya keterampilan dan pengetahuan tentang teknologi ini di kalangan profesional TI.
"Indonesia memiliki potensi besar, tetapi juga tantangan yang signifikan," ungkap Hendra Suryakusuma, seorang ahli teknologi VR dan AR di Indonesia. "Salah satunya adalah soal edukasi dan pemahaman masyarakat tentang teknologi ini," tambahnya lagi.
Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Bima Arya, CEO dari sebuah perusahaan teknologi lokal. Dia menekankan bagaimana kurangnya tenaga kerja terampil di sektor ini menjadi hambatan besar. "Perusahaan kami merasa kesulitan mencari tenaga kerja yang memahami VR dan AR," ujarnya.
Solusi Strategis dalam Mengatasi Hambatan Teknologi VR dan AR
Untuk mengatasi hambatan tersebut, ada strategi yang bisa ditempuh. Pertama, pemerintah dan perusahaan harus berkolaborasi dalam membuat kampanye edukasi tentang VR dan AR. Kedua, peningkatan investasi dalam infrastruktur dan perangkat keras yang mendukung VR dan AR.
"Kami percaya bahwa dengan peningkatan kesadaran masyarakat, permintaan akan teknologi ini akan meningkat," kata Suryakusuma. Ia juga berharap pemerintah dapat membantu dalam hal ini.
Selain itu, Arya menyarankan perusahaan teknologi untuk lebih fokus pada pengembangan SDM. "Investasi di bidang pendidikan dan pelatihan sangat penting," tegasnya.
Dalam mengatasi hambatan teknologi VR dan AR ini, sebuah kerjasama antara pemerintah, perusahaan teknologi, dan lembaga pendidikan sangat dibutuhkan. Dengan begitu, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam industri VR dan AR global.